Ketika pasien menolak untuk mematuhi aturan

Ditulis oleh: Dr Ang Peng Tiam

Menjadi seorang dokter terkadang merupakan pekerjaan yang membuat frustasi. Anda cenderung marah ketika pasien tidak mau melakukan perawatan klinis yang sudah teruji dan malah memilih perawatan lain yang tidak konvensional. Hal ini tentu saja terjadi, dan tidak jarang juga - pasien tidak percaya dengan apa yang anda beritahukan, Ketika terjadi keadaan yang berada di luar pasien, tentu saja mereka memiliki ketakutan yang tidak mendasar atas risiko perawatan.

Saya memiliki pasien, mari kita panggil dia sebagai Mr Choy. Beliau merupakan pejabat pemerintah dari negara lain. Saya mulai merawat beliau ketika ia didiagnosis memiliki kanker usus besar stadium 4 yang sudah menyebar ke hati. Mr. Choy awalnya telah menjalani operasi di Cina untuk menghilangkan kanker usus besarnya. Pada bulan Juni 2011, ia dirujuk untuk bertemu saya ketika ia menyadari bahwa kanker telah menyebar. Dia selalu ditemani oleh seorang dokter dari negara asalnya, yang berfungsi sebagai penasihat serta penerjemah. Komunikasi dengan beliau tergolong sulit karena dia tidak mengerti bahasa Inggris atau Cina. Dan tidak mudah untuk membina hubungan yang baik dengan pasien ketika Anda tidak berbicara bahasa mereka. Karena saya sangat suka berbicara dan aktif, saya cenderung gampang untuk membina hubungan dengan pasien. Setiap kali saya berbicara, saya memiliki banyak ekspresi wajah dan gestur tubuh. Namun akhirnya, Mr Choy dan saya berhasil membina hubungan yang baik dari pertama kali kami bertemu.

Prospek jangka panjang untuk pasien dengan stadium 4 kanker usus besar tidak baik. Kebanyakan penderita kanker ini tidak bisa disembuhkan. Ketika Mr Choy mulai berada di pengawasan saya, penyakit metastasisnya tampaknya hanya menjangkiti daerah hati. Dalam komunitas onkologi, kami percaya bahwa pasien kanker usus besar yang memiliki penyakit metastasis terbatas pada hati mungkin masih memiliki kesempatan untuk disembuhkan. Pengobatan dengan kemoterapi agresif dikombinasikan dengan pengobatan lokal yang tepat dapat menyembuhkan 25 persen hingga 40 persen keadaan pasien. Mr Choy merespon dengan baik perawatan kemoterapi. Setelah kami menunjukkan bahwa tumor hatinya telah menyusut dalam ukuran, kami melanjutkan perawatan dengan “membakar” lesi melalui ablasi frekuensi radio. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam tumor, di bawah bimbingan radiologis. Gelombang ultrasound berfrekuensi tinggi kemudian diproduksi untuk memanaskan ujung probe dan membakar sel-sel kanker di sekitarnya.

Namun sayangnya, Mr Choy tidak bisa tinggal di Singapura lebih dari dua bulan. Dengan keadaan yang demikian, ia sering kali harus meninggalkan perawatannya dan kembali ke negaranya setiap kali waktunya habis di Singapura. Dua bulan lalu, Mr Choy muncul di klinik karena kankernya semakin parah dan telah menyebar ke berbagai bagian tubuhnya. Karena ia telah menjalani berbagai perawatan sebelumnya, pilihan kemoterapi yang digunakan saat ini lebih beracun dan memiliki lebih banyak efek samping. Setelah tiga kali kemoterapi, dan hasil terbaru dari PET-CT scan menegaskan bahwa keadaannya semakin membaik. Sayangnya, saya diberitahu bahwa ia harus segera pulang ke negaranya. Saya tidak yakin apakah saya harus berharap bisa melihat dia lagi karena saya tahu bahwa jika ia muncul, itu berarti bahwa hal buruk terjadi lagi. Saya merasa seolah-olah hanya memakai plester pada luka yang telah terinfeksi karena saya tahu bahwa plester ini tidak akan bekerja karena infeksinya telah menyebar. Tapi bukan berarti setiap hal yang berkaitan dengan tidak mematuhi aturan selalu berakhir buruk.

Viggo adalah warga negara Norwegia yang berusia di pertengahan 60-an. Ia menemui saya untuk memeriksa kanker pada tonsil kirinya dengan penyebaran ke kelenjar getah bening di leher pada Mei 2012. Diagnosis dibuat ketika ia sedang menjalani operasi amandel, yang pada awalnya diduga merupakan tonsilitis. Setelah berdiskusi tentang berbagai pilihan pengobatan, kami memulai kemoterapi. Viggo menerima kemoterapi dengan sangat baik. Setelah tiga kali kemoterapi, kami melakukan PET-CT scan yang menunjukkan bahwa semua kanker telah menghilang. Dia merasa baik dan telah kembali pada berat badan semulanya. Tahap kedua dari perawatan yang direncanakan melibatkan radioterapi untuk leher yang dilakukan setiap hari. Rencananya, radioterapi ini dilakukan selama tujuh minggu. Kemoterapi dilakukan mingguan untuk meningkatkan efektivitas pengobatan radiasi. Efek samping radioterapi bervariasi tergantung pada dosis, luas daerah yang dirawat, dan lokasi perawatan. Radioterapi untuk daerah kepala dan leher sering kali memiliki efek samping yang lebih buruk. Saya sering memperingatkan pasien saya bahwa perawatan ini seperti “berada di neraka” dan bahwa mereka harus melalui proses ini sebelum mereka bisa sembuh. Dua minggu pertama terbilang cukup mudah. Entah dari minggu ke-tiga atau ke-empat, lapisan dalam mulut rusak dan terbentuk bisul sehingga membuat kesulitan besar dengan makan, minum dan berbicara.

Setelah minggu ke-tiga radiasi, Viggo menderita sangat parah dan berat badannya turun dari 86,6 kg menjadi 80 kg. Rasa sakit yang dideritanya sangat parah meski pun sudah menggunakan obat penghilang rasa sakit dengan dosis yang lumayan banyak. Saya memasukkan dia ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan untuk hidrasi intravena agar ia bisa makan. Radioterapis dan saya berusaha menenangkan dia sebaik yang kami bisa, perawatan radioterapi sempat ditangguhkan agar luka yang ada di tubuhnya mempunyai waktu untuk sembuh. Meski pun kami telah membujuknya dengan usaha terbaik kami, Viggo memutuskan untuk menghentikan pengobatan setelah menjalani hanya 15 dari yang direncanakan, yaitu sebanyak 35 radioterapi. Dia memahami kemungkinan terburuk yang akan terjadi tetapi ia tidak bisa memaksa tubuhnya untuk melanjutkan perawatan. Saya hanya menjumpai Viggo pada salah satu dari jadwal rutin tiga bulanan pemeriksaan lanjutannya. Berat badannya kembali normal dan PET-CT scan menunjukkan tidak ada tanda kanker kembali. Kami berdua senang bahwa dia baik-baik.

Mr Choy dan Viggo mengingatkan saya bahwa saya hanyalah ilmuwan - seorang dokter tentu tidak berurusan dengan sesuatu yang dapat diprediksi, atau setidaknya dapat dibandingkan dengan pengukuran terkontrol untuk mempelajari sebab-akibat. Apa yang dihadapi oleh dokter adalah orangorang dengan naluri yang sangat manusiawi, emosi yang berbeda, bobot tubuh, dan sel yang mempunyai respon bervariasi terhadap bahan kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh mereka. Sementara kami mungkin marah dan mengeluh pada tindakan yang bisa dikategorikan tidak patuh, kami benar-benar tidak tahu bagaimana hal-hal akan berakhir. Yang bisa kami lakukan adalah bermain dengan peluang, menunggu hasil, dan melakukan yang terbaik yang kami bisa.

Dr Ang Peng Tiam
DIPOSTING DI Perawatan Kanker
Label diagnosis kanker, efek samping yang umum dari pengobatan kanker, kanker kepala & leher (THT), kanker metastatik, kanker stadium 4, kisah dokter spesialis kanker, pengobatan kanker di luar negeri
Baca Selengkapnya Tentang Kanker Hati , Kanker Kepala dan Leher, Kanker Kolorektal
DITERBITKAN 07 NOVEMBER 2016