Mengenal Lebih Dekat Dr Lee Yuh Shan

Disumbangkan oleh: Dr Lee Yuh Shan

Tertarik oleh harapan

Dr Lee Yuh Shan menggambarkan perjalanannya dalam bidang hematologi dan limfoma.

Mengapa Anda memilih untuk masuk ke dalam bidang onkologi medis? Dan mengapa Anda tertarik akan hematologi dan limfoma?

Ketika masih kanak-kanak, saya tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang dokter. Namun, karena situasi dan kesempatan, saya dapat memperoleh tempat untuk belajar kedokteran di University of Malaya. Di sekolah kedokteran, saya memiliki guru-guru yang bagus yang merupakan dokter ahli hematologi dan hal itu mempengaruhi keputusan saya. Selama masa pendidikan, saya seringkali menjumpai keganasan hematologi, terutama dari rujukan, perawatan pasien rawat inap, dan uji klinik. Hal-hal ini memicu ketertarikan saya terhadap limfoma ganas. Saya masih ingat dengan jelas pertama kalinya saya melangkahkan kaki ke bangsal hematologi anak ketika saya di sekolah kedokteran. Apa yang saya lihat meninggalkan kesan hingga kini. Itu bukan hanya tempat bagi pasien kanker, namun sebuah tempat dengan harapan dimana anak-anak kecil berjuang melawan leukemia dengan dukungan dari keluarga dan dokter mereka. Orang tua mereka terus bersama mereka dan merawat mereka, dan para dokter didedikasikan untuk merawat mereka selama perjalanan kankernya.

Bila kita kilas balik, apakah mungkin Anda akan memilih bidang yang lain?

Saya senang dengan pilihan saya. Perkembangan yang pesat dalam keganasan hematologi merupakan hal yang menggembirakan. Meskipun ini merupakan bidang yang menantang, semua usaha Anda terbayar ketika melihat pasien-pasien Anda sembuh dari penyakit mereka dengan pengobatan yang Anda berikan.

Apa yang Anda lakukan sebelum bergabung dengan Parkway Cancer Centre (PCC)?

Saya bergabung dengan Departemen Hematologi di Singapore General Hospital pada tahun 2008 dan terus bekerja di sana hingga Maret 2019. Ketika saya memulai sebagai seorang trainee, penyelia saya, Dr Ng Heng Joo, mendorong saya untuk terlibat dalam berbagai uji klinik. Untunglah saat itu merupakan masa dimana terjadi lonjakan jumlah uji klinik hematologi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan farmasi. Saya berkesempatan berpartisipasi sebagai peneliti pendamping dalam berbagai uji klinik, mulai dari hemostasis hingga keganasan hematologi, seperti misalnya limfoma dan mieloma. Hal ini membantu membangun ketertarikan saya dalam uji klinik dan mendorong saya untuk memprakarsai uji klinik dengan para kolega saya.

Tak terelakkan bagi dokter untuk menghadapi kepergian pasien untuk selamanya. Bagaimana pengalaman Anda, dan bagaimana Anda menghadapinya?

Hal itu tidak pernah mudah. Saya selalu yakin untuk melakukan apa yang benar dan terbaik bagi pasien, berdasarkan bukti terbaru yang ada dari penelitian. Saya selalu memberi saran pada mereka berdasarkan bukti tersebut dan pengalaman pribadi saya dalam menangani kondisi yang serupa. Saya selalu memberikan perawatan yang terbaik bagi pasien-pasien saya, baik dalam mengobati mereka maupun meredakan ketidaknyamanan mereka secara emosional dan fisik. Saya percaya bahwa melakukan usaha saya yang terbaik akan memberikan kesempatan yang terbaik bagi mereka dalam pengobatan penyakitnya. Bahkan, saya masih tetap ingat pasien leukemia saya yang pertama, Bapak Tiong. Dengan dipandu (saya masih merupakan seorang dokter muda pada saat itu), saya melakukan sebaik yang saya mampu dan ia mencapai remisi yang baik setelah pengobatan awal. Sayangnya, penyakitnya kambuh sekitar empat bulan setelah pengobatan selesai. Pengobatan selanjutnya tidak dapat mengendalikan penyakitnya karena pada saat itu pengobatan baru yang tersedia  masih sangat sedikit. Ia meninggal beberapa bulan setelah penyakitnya kambuh. Saya sedih selama beberapa waktu, namun juga belajar kapan harus melepas pasien dengan kehormatan. Hal tersebut juga membuat saya semakin bertekad untuk memperbaiki kelangsungan hidup pasien yang menderita keganasan hematologi.

Selain Bapak Tiong, apakah ada pasien lain yang meninggalkan kesan yang mendalam bagi Anda?

Saya pernah memiliki seorang pasien muda yang menderita limfoma yang sangat agresif, yang mana saya dapat mengendalikan penyakitnya. Ia menjalani transplantasi sel punca, namun sayangnya, terkena komplikasi terkait transplantasi yang jarang. Ia sangat sedih dan hendak menyerah. Saya memintanya untuk bertahan dan mengatakan bahwa kami akan melakukan yang terbaik baginya dan keluarganya. Namun saya juga berjanji kepadanya bila pengobatan lebih lanjut sia-sia, maka saya tidak akan memperpanjang penderitaannya. Responnya terhadap pengobatan hanya sedikit, dan setelah berdiskusi dengan keluarganya, kami tidak menambah pengobatannya dan ia pun meninggal. Suaminya mengirimkan sebuah kartu besar dengan foto keluarga yang terdiri dari pasien tersebut bersama suaminya dan bayi mereka kepada saya dan ruang rawat, berterima kasih kepada kami karena telah merawatnya. Tanpa memandang hasilnya, kami telah berjuang dengan baik melawan limfoma yang dideritanya, bersama dengan pasien dan keluarganya. Ada pula pasien lainnya yang penyakitnya sangat resisten terhadap pengobatan. Saya mencoba banyak jenis pengobatan, dimana yang paling akhir adalah penghambat checkpoint, yaitu suatu jenis terapi yang memperkuat kekebalan tubuhnya sendiri untuk membunuh sel-sel kanker. Saya memberi tahu ia dan keluarganya bahwa keadaannya tidak baik dan mereka harus bersiap. Mereka adalah orang-orang yang religious dan berdoa bersama kelompok gereja mereka untuk terjadinya mukjizat. Saya terkejut ketika pengobatan tersebut ternyata mengendalikan penyakitnya ketika saya sudah akan menyerah. Saya percaya bahwa dukungan dan agama selalu membantu pasien ketika harapan tampak memudar. Saya juga memiliki seorang pasien muda yang menderita limfoma Hodgkin yang benar-benar merupakan seorang pejuang. Ia terdiagnosis ketika ia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian O-Level. Ketika saya mengobatinya, ia bersikeras untuk melanjutkan dan menyelesaikan ujiannya. Saya menulis surat kepada sekolahnya untuk memberi tahu mereka mengenai kemoterapi yang dijalaninya, dan mereka mengizinkannya untuk mengikuti ujian. Saya bahkan menyesuaikan jadwal saya agar ia dapat menerima pengobatannya setelah ujian. Ia memperoleh hasil nilai yang baik meskipun harus menjalani pengobatan dan tidak mengikuti beberapa kelas. Kini ia belajar di sebuah politeknik dan berharap dapat melanjutkan pendidikannya. Saya menghargai perjalanan yang dilakukan oleh para pasien bersama saya selama salah satu masa yang paling menantang dalam hidup mereka. Saya selalu menghargai kepercayaan mereka pada saya. Tiap pasien meninggalkan kesan yang berbeda pada saya yang mana hal ini telah mempengaruhi pekerjaan saya.

Seperti apa keseharian Anda di PCC?

Hari saya dimulai sekitar pukul 8 pagi ketika saya memeriksa pasien-pasien saya yang dirawat inap. Setelah itu, saya akan mencoba untuk berbincang dengan beberapa kolega saat sarapan dan mencoba mengenal mereka dengan lebih baik karena saya masih baru dalam hal praktik swasta. Setelah itu, saya akan memulai klinik rawat jalan saya, mengerjakan beberapa dokumen, atau menjawab email. Saya juga akan menindaklanjuti hasil para pasien dan memberitahukannya kepada mereka.

Bagaimana cara Anda menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga? Apa yang Anda lakukan untuk bersantai?

Saya memiliki dua orang anak yang masih kecil dan saya senang menghabiskan waktu bersama mereka sepulang kerja dan saat akhir pekan. Kami selalu pergi melakukan kegiatan di luar ruangan karena saya ingin mereka lebih tertarik kepada alam daripada gadget elektronik. Saya berlari untuk menjaga kebugaran tubuh. Saya menikmati lari karena berlari memberikan saya kesempatan untuk memikirkan masalah yang dihadapi di tempat kerja serta untuk meredakan stres. Saya telah menyelesaikan banyak setengah marathon, dan saya mengikuti sebuah lomba lari yang disebut “Batman v Superman” bersama anak laki-laki saya beberapa tahun yang lalu. Saat itu merupakan saat yang menyenangkan untuk menjalin kedekatan antara ayah dan anak. Lari itu sederhana dan menenangkan, dan Anda hanya membutuhkan sepasang sepatu. Lari membantu menenangkan pikiran saya dan menjaga saya tetap sehat.

Apa harapan Anda bagi pengobatan kanker?

Saya harap akan tersedia lebih banyak lagi terapi terarah untuk kanker darah di masa yang akan datang, karena saya percaya hal itu akan membuat pengobatan menjadi lebih maksimal dengan efek samping yang lebih sedikit. Saya juga berharap akan ada pengobatan bagi pasien usia lanjut atau yang kondisinya tidak terlalu bugar. Dan saya menantikan kemajuan teknis dalam pemantauan penyakit residu rendah, dimana intervensi dini memungkinkan untuk dilakukan sebelum penyakitnya kambuh sepenuhnya.

Apa yang ingin Anda sampaikan kepada orang-orang mengenai kanker darah?

Saya hendak meyakinkan mereka bahwa kanker darah sangat dapat diobati, dan ada banyak terapi terarah yang tersedia di masa kini.
Label kanker darah, kisah dokter spesialis kanker
DITERBITKAN 08 JUNI 2019