Kisah Perawat Onkologi: Menemukan Panggilan Sejati


Menemukan panggilan sejati

Huang Jing tidak bermaksud menjadi seorang perawat, namun pikirannya berubah setelah ia melihat bagaimana ia dapat membantu para pasien.

Keperawatan bukanlah pilihan karir yang utama bagi Nona Huang Jing.

Bahkan sesungguhnya ia tidak pernah mempertimbangkannya – hingga hari dimana hasil ujian masuk universitas di Cina keluar dan menghancurkan impiannya untuk menjadi seorang akuntan.

Ia harus memikirkan kembali pilihan hidupnya dengan cepat.

Pamannya menyarankan agar ia menjadi seorang perawat namun orang tuanya sendiri ragu-ragu. “Di rumah, orang tua saya selalu memanjakan saya,” ujar Nona Huang, yang kini berusia 33 tahun. “Ayah saya menanyakan apakah saya yakin dapat menjadi seorang perawat karena saya harus memotong kuku para pasien, menyuapi mereka, dan membersihkan mereka.”

Namun, dihadapkan hanya dengan sedikit pilihan, Nona Huang memilih keperawatan. “Saya masuk dengan mentalitas bahwa setelah lulus, saya masih dapat pergi dan bekerja di bidang lain selain keperawatan.”

Namun pengalamannya selama kuliah mengubah total perilakunya terhadap profesi ini. Dalam tahun terakhir kuliahnya, dimana ia menjalankan magang di sebuah rumah sakit umum di Wuhan, kota tempat ia berasal di Provinsi Hubei, Nona Huang yakin bahwa ia telah menemukan panggilannya.

“Saya ingat memikirkan bahwa apa yang saya lakukan adalah suatu hal yang sangat baik. Saya dapat melihat dampak positif yang saya berikan pada hidup orang,” ujarnya.

Nona Huang ingat akan sepasang suami istri yang sudah tua, dimana setiap hari sang istri tidak pernah absen untuk mengunjungi suaminya yang sedang sakit. Ia akan menghabiskan waktu sepanjang hari di sisi suaminya, membaca untuknya, dan merawatnya. “Cinta di antara mereka sangat menyentuh saya,” ujarnya.

Setelah bekerja selama empat tahun di bangsal endokrinologi di rumah sakit Wuhan, dimana ia umumnya menangani pasien-pasien diabetes, Nona Huang memutuskan untuk melamar pekerjaan di Parkway Pantai di Singapura guna memperoleh pengalaman di sebuah negara yang lebih maju dalam bidang medis.

Ia termasuk dalam staf medis gelombang pertama yang mulai bekerja di Mount Elizabeth Novena Hospital ketika rumah sakit ini dibuka pada bulan Mei tahun 2012.

Memulai pekerjaannya sebagai perawat pasien rawat inap di bangsal umum, Nona Huang dinominasikan untuk menjalani pendidikan lebih lanjut pada tahun 2014. Pada awalnya ia berpikir untuk mengambil Diploma Lanjutan dalam bidang Keperawatan (Medis-Bedah), namun pada akhirnya Nona Huang memutuskan untuk mengambil spesialisasi di bidang onkologi, karena penyelianya memberitahukan bahwa kebutuhan perawat di bidang ini lebih besar.

Nona Huang juga memiliki alasan pribadi mengapa memilih onkologi. Kakeknya meninggal akibat kanker tepat sebelum ia berangkat untuk bekerja di Singapura.

“Seluruh keluarga saya tidak tahu bagaimana cara menghadapinya dan tidak dapat menerima kenyataan. Kami tidak tahu bagaimana cara mengatasi emosi dan pertanyaan yang muncul dari cobaan ini, seperti ‘Mengapa harus dirinya’, ‘Mengapa ia begitu cepat meninggalkan kami’, dan ‘Mengapa kanker tidak dapat dideteksi lebih awal’.”

Setelah menyelesaikan pendidikan selama delapan bulan di Nanyang Polytechnic pada bulan Mei tahun 2016, ia kembali ke Mount Elizabeth Novena Hospital dan bekerja di bangsal hematologi sebelum kemudian pindah ke bagian onkologi radiasi pada awal tahun lalu.

Tugas hariannya kini meliputi melakukan pemeriksaan kesehatan rutin pada para pasien sebelum mereka menemui dokter ahli onkologi radiasi, membantu pasien guna menyiapkan mereka untuk terapi radiasi berdasarkan instruksi dokter, dan melakukan tugas-tugas keperawatan lainnya yang berkaitan dengan terapi radiasi.

Nona Huang mengatakan bahwa pasien yang datang untuk menjalani terapi radiasi pada umumnya dapat berjalan, dan hal itu memberikannya waktu lebih banyak untuk berbicara dengan mereka dan menjawab kekhawatiran mereka. “Mereka masih dapat berjalan dan cukup mandiri, namun secara mental, mereka menderita, sehingga merupakan hal yang baik bahwa saya dapat meluangkan waktu untuk berbicara dengan mereka guna memberikan harapan dan membantu mereka menghadapinya.”

Namun, ia juga telah mengalami dimana pasien kalah dalam pertempurannya melawan kanker. Ketika ditanya bagaimana ia menghadapinya, Nona Huang berkata: “Saya memang merasa sangat sedih, namun hal tersebut juga mengajarkan saya untuk mensyukuri orang-orang yang saya kasihi dan setiap hari yang saya miliki.”

“Saya juga mencoba untuk memengaruhi orang-orang di sekitar saya agar mereka bersyukur atas apa yang mereka miliki. Beberapa orang mengeluh mengenai banyak hal, namun mereka tidak menyadari bahwa ada orang yang bahkan tidak memiliki hari esok yang dapat mereka nantikan.”

Nona Huang juga telah berjumpa dengan beberapa pasien muda dan tampaknya memiliki hubungan yang secara khusus erat dengan mereka. “Ada seorang wanita yang usianya sebaya dengan saya dan ia ingat nama saya setelah pertama kalinya saya memperkenalkan diri,” ujarnya.

Ketika ia mendengar bahwa pasien tersebut dirawat inap, ia mengunjunginya pada waktu luangnya. Dan ketika pasien tersebut sudah mendekati ajalnya, ibunya menelepon Nona Huang dan memintanya untuk menemui putrinya sebelum ajal menjemputnya.

Tetap dapat bersikap positif membantunya dalam pekerjaannya – tidak hanya membawa kepositifan bagi para pasiennya, namun juga bagi dirinya sendiri. “Daripada hidup dalam kesedihan, saya mencoba untuk hidup dan bernapas dalam kebahagiaan setiap hari,” ujarnya.

Ben Tan

Label berpikir positif saat terkena kanker, pengalaman dengan pasien kanker, perawat kanker, radioterapi (terapi radiasi)
DITERBITKAN 15 AGUSTUS 2019