Terlalu banyak wanita salah paham bahwa mereka tidak perlu melakukan skrining kanker serviks.

Pada awal tahun ini, Dr Chia Yin Nin, seorang ahli onkologi ginekologi dan ahli bedah, menghadapi sebuah situasi yang tidak biasa: Dalam waktu satu bulan, ia mendiagnosis 10 pasien dengan kanker serviks dalam prakteknya.

“Biasanya, kami mendiagnosis satu setiap tiga bulan,” ujarnya.

Menurut Dr Chia, para wanita tersebut berusia antara 29 hingga 73 tahun dan mayoritas berusia di awal 40-an. “Sebagian besar dari mereka telah menikah dan berada dalam hubungan yang stabil. Ini secara khusus dianggap sebagai kelompok dengan risiko rendah.”

Satu hal yang sama yang ada pada diri mereka: Semua kecuali satu tidak pernah melakukan skrining kanker serviks.

Dr Chia yakin masih banyak wanita yang tidak melakukan skrining kanker serviks, sehingga kanker yang sebenarnya dapat dicegah malah memakan korban. Ia menjabarkan lima mitos yang membuat wanita tidak melakukan skrining.

1) Saya sehat dan tidak memiliki gejala apapun. Saya tidak perlu melakukan skrining kanker serviks.

Fakta: Perubahan pada serviks (leher rahim) yang menyebabkan kanker dapat berlangsung selama puluhan tahun tanpa memperlihatkan gejala apapun. Namun demikian pada saat timbul gejala, kanker serviks telah menyerang.

Kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus (HPV), yang diperoleh melalui hubungan seksual. Begitu seorang wanita mulai aktif secara seksual, maka satu dari dua wanita akan terinfeksi.

Sebagian besar wanita akan terkena virus ini pada usia 20-an, namun 80 persen dari infeksi HPV bersifat sementara dan virusnya akan hilang. Tidak seperti pilek, infeksi ini tidak menunjukkan tanda atau gejala apapun.

Namun, pada 20 persen wanita, virus ini akan tetap tinggal di dalam serviks, sehingga menyebabkan terjadinya infeksi yang tak kunjung sembuh. “Dalam jangka panjang, wanita-wanita ini akan berisiko terkena kanker serviks,” ujar Dr Chia.

Infeksi ini awalnya menyebabkan terjadinya perubahan sel yang biasanya berlangsung bertahun-tahun sebelum terjadinya kanker. Tidak ada tanda atau gejala apapun yang menunjukkan berlangsungnya perubahan ini.

Akibatnya, pada sebagian besar kasus, wanita terinfeksi pada usia 20-an, perubahan pra-kanker berlangsung ketika mereka berusia 30-an dan kanker terjadi ketika mereka berusia 40-an.

“Kami menyarankan para wanita untuk melakukan skrining kanker serviks secara teratur. Ketika sudah timbul gejala – pendarahan yang terjadi setelah melakukan hubungan seksual, atau di antara dua periode menstruasi – maka sudah terlambat.”

Bila kanker terdeteksi pada Stadium 1, kemungkinan bertahan hidup selama lima tahun adalah sebesar 90 persen. Pada Stadium 4, rata-rata bertahan hidup kurang dari 10 persen.

Pap smear dirancang untuk menemukan perubahan pra-kanker pada serviks, yang dikenal sebagai CIN atau cervical intraepithelia neoplasia. Ini mudah diatasi dengan laser atau biopsi kerucut. “Biasanya pasien dapat pulang ke rumah dalam hari yang sama setelah prosedur dilakukan dan angka kesembuhannya hingga mencapai sekitar 99 persen,” ujarnya.

Pengobatan dini dapat menyelamatkan jiwa dan juga menyelamatkan rahim. Bila ditemukan secara dini, rahim tidak perlu diangkat, imbuhnya.

2) Saya hanya memiliki satu orang pasangan seksual, oleh sebab itu saya tidak berisiko terkena kanker seviks dan tidak perlu melakukan skrining.

Fakta: HPV tidak membutuhkan hubungan seksual yang diikuti dengan penetrasi untuk menginfeksi seseorang.

Seorang wanita bisa saja memiliki hubungan seksual yang penetratif hanya dengan satu orang, namun ini tidak akan melindunginya karena HPV tidak membutuhkan hubungan seksual yang diikuti dengan penetrasi. “Anda dapat terinfeksi dari bercumbu, selama ada kontak dengan cairan tubuh,” ujar Dr Chia. “Ini terjadi pada kita semua. Ini terjadi pada wanita biasa dari keluarga biasa. Anda tidak harus menjadi pekerja seks komersial untuk terinfeksi HPV.”

“Saya tidak meminta Anda untuk meragukan pasangan Anda; saya meminta Anda untuk memberdayakan dan melindungi diri Anda sendiri,” ujar Dr Chia.

3) Hasil Pap smear saya negatif, jadi saya tidak perlu khawatir mengenai kanker yang berhubungan dengan ginekologi.

Fakta: Pap smear hanya menemukan perubahan pada serviks. “Pap smear tidak memberitahukan apapun mengenai rahim, indung telur atau tuba fallopi,” ujarnya. “Bila hasil Pap smear Anda negatif, tidak berarti Anda aman dari semua kanker yang berhubungan dengan ginekologi.”

Terkadang, Pap smear menemukan kanker dari tempat lain seperti rahim atau indung telur, namun kaum wanita janganlah bergantung kepada Pap smear untuk hal ini.

4) Saya tidak lagi aktif secara seksual, oleh sebab itu saya tidak perlu melakukan skrining.

Fakta: Bahkan bila Anda hanya melakukan kontak seksual sebanyak satu kali pada waktu 20 atau 30 tahun yang lalu, Anda tetap memiliki risiko.

Dalam kasus seperti ini, wanita harus memiliki hasil skrining yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut (sedikitnya Pap smear setiap tiga tahun sekali atau skrining HPV setiap lima tahun sekali).

“Setelah itu, Anda dapat dikatakan baik-baik saja,” ujarnya.

“Biasanya kami mengatakan bahwa wanita tidak perlu melakukan skrining lagi setelah mereka mencapai usia 79 tahun. Namun, wanita tertua yang terkena kanker serviks terdeteksi pada saat berusia 81 tahun.”

5) Saya telah memperoleh vaksinasi, oleh sebab itu saya tidak perlu melakukan skrining.

Fakta: Vaksin terbaik yang ada mencakup sembilan galur (jenis) HPV dengan subtipe berisiko tinggi. Subtipe ini bertanggung jawab terhadap 95 persen dari seluruh kanker serviks. Namun, masih ada 5 persen kanker serviks yang disebabkan oleh galur yang lain.

Seorang wanita harus melakukan skrining secara teratur ketika berusia 25 hingga 79 tahun, tanpa memandang apakah ia telah memperoleh vaksinasi atau tidak, karena vaksin tidak mencakup semua galur. Ada lebih dari 30 subtipe yang berisiko tinggi.

Masalah lainnya adalah bahwa di masa lalu, vaksinasi diberikan tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap pasien. Namun, vaksin gunanya adalah untuk pencegahan, bukan untuk pengobatan, sehingga bila seorang wanita memiliki infeksi HPV yang tak kunjung sembuh, tidak akan memperoleh manfaat dari vaksin ini.

“Bagi seorang wanita yang memiliki infeksi yang tak kunjung sembuh, fokusnya adalah mengobati perubahan pra-kanker yang terjadi daripada mencegah infeksi HPV,” ujar Dr Chia. Menghilangkan atau mengurangi muatan virus mungkin dilakukan, sehingga setelah itu, wanita tersebut dapat memperoleh vaksinasi HPV begitu HPV-nya kembali negatif.

Pap smear: Tidak selalu berhasil

Terkadang, meskipun seseorang telah memperoleh vaksinasi dan melakukan Pap smear secara teratur, kegagalan masih dapat terjadi.

Satu dari 10 pasien yang didiagnosis menderita kanker serviks oleh Dr Chia telah memperoleh vaksinasi dan juga melakukan Pap smear secara teratur. Ia adalah seorang wanita berusia di awal 40-an yang memiliki tiga orang anak dan memiliki hubungan yang stabil.

“Saat ia menemui saya, ia telah berada dalam Stadium 3 dan Pap smear terakhir dilakukannya tiga bulan sebelumnya. Ia adalah seorang pasien yang kurang beruntung; ia telah melakukan semua hal yang benar,” ujarnya.

Menurut Dr Chia, masalah ini dapat berasal dari berbagai sumber. Pada saat Pap smear, dokter atau perawat akan mengambil contoh sel dari serviks dan ahli patologi atau sitoteknisi (orang yang mengamati contoh sel) akan memeriksa contoh yang terdapat pada kaca mikroskop. “Ada kemungkinan terjadinya kesalahan pada contoh bila Anda tidak mengambil contoh sel dari seluruh serviks dengan benar atau Anda dapat memperoleh kesalahan interpretasi.”

Menurut Dr Chia, jumlah hasil negatif palsu berkisar antara 30 hingga 40 persen meskipun hasilnya dapat bervariasi tergantung pada wilayah. “Di Australia, jumlah hasil negatif palsu sangatlah rendah karena ahli patologi atau sitoteknisi harus menjalani sertifikasi wajib, dan mereka diaudit. Di banyak negara berkembang, kita tidak dapat yakin 100 persen akan mutunya.”

Sebagai jalan keluar adalah melakukan Pap smear lebih sering untuk mengatasi kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu. Alternatif lainnya adalah para wanita juga dapat meminta untuk dilakukan uji HPV untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi dengan subtipe HPV berisiko tinggi.

“Uji HPV telah terbukti memberikan hasil negatif palsu yang jauh lebih rendah daripada Pap smear. Uji ini sangat sensitif dan tidak rentan terhadap kesalahan interpretasi. Di banyak negara, uji HPV menggantikan Pap smear sebagai skrining utama karena uji ini lebih akurat.”

Skrining: Mengapa dan kapan

  • Kanker serviks berada di peringkat 10 sebagai kanker yang paling umum dijumpai pada wanita di Singapura, namun kanker ini sangat dapat dicegah dan dapat diobati melalui skrining secara teratur.

  • Skrining dianjurkan bagi semua wanita namun ditargetkan pada mereka yang berusia 25 tahun dan lebih yang telah melakukan hubungan seksual atau aktif secara seksual.

  • Seorang wanita harus tetap melakukan skrining secara teratur tanpa memandang apakah ia telah memperoleh vaksinasi atau tidak.

  • Skrining dapat dilakukan melalui Pap smear, uji HPV, atau keduanya.